Template by:
Free Blog Templates

Minggu, 14 Desember 2014

Studi literatur Percobaan IV Analisis Kuantitatif Penetapan Kafein dalam Daun Teh Secara Spektrofotometri Ultra Violet

Percobaan IV Analisis Kuantitatif Penetapan Kafein dalam Daun Teh Secara Spektrofotometri Ultra Violet I. Tujuan Percobaan Analisis kuantitatif kandungan kafein dalam daun teh secara spektrofotometri ultraviolet. II. Tinjauan Pustaka Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid yang terdapat pada tumbuhan. Kafein dapat disebut juga sebagai tein. Kafein termasuk salah satu derivat xantin yang mengandung gugus metil. Kafein atau 1,3,7-trimetilxantin dengan rumus molekul C8H10N4O2. Kafein memiliki sifat fisis seperti berbentuk kristal dengan warna putih, memiliki titik leleh 234o C, larut dengan air (15 mg/ml) dan kloroform, serta memiliki rasa agak pahit (British Pharmacopeia 1993). Tanaman teh berdasarkan taksonomi termasuk golongan divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Magnoliopsida, subkelas Dilleniidae, ordo Theales, suku Theaceae, genus Camellia, spesies sinensis. Jenis teh sangat beragam, begitu juga dengan kualitas hasil olahannya. Namun, umumnya jenis teh dibagi menjadi tiga berdasarkan waktu dari lamanya proses fermentasi yaitu, teh hijau dibuat tanpa melalui proses fermentasi, teh oolong dihasilkan melalui proses semi fermentasi, dan teh hitam dibuat melalui proses fermentasi. Kandungan dalam teh beraneka ragam antara lain kafein, teofilin, vitamin K, vitamin C, vitamin A, vitamin B (B1, B2, B6), K, Na, Mn, Cu, F, flavonoid, dan tanin. Kadar kafein dalam daun teh sekitar 2%, (Hesse, 2002). Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein mendekati nol persen. Teh bila diminum terasa sedikit pahit yang merupakan kenikmatan tersendiri dari teh. Teh mengandung sejenis antioksidan yang bernama katekin. Pada daun teh segar, kadar katekin bisa mencapai 30% dari berat kering. Teh hijau dan teh putih mengandung katekin yang tinggi, sedangkan teh hitam mengandung lebih sedikit katekin karena katekin hilang dalam proses oksidasi. Teh juga mengandung kafein (sekitar 3% dari berat kering atau sekitar 40 mg per cangkir), teofilin dan teobromin dalam jumlah sedikit (Graham, 1992). Suatu berkas sinar jika melewati suatu medium yang bersifat homogen, maka sebagian dari cahaya datang akan diabsorpsi, sebagian lagi dipantulkan, dan sisanya akan ditransmisikan dengan efek intesitas murni. Berdasarkan hukum Lambert-Beer dapat diketahui hubungan antara absorbansi, tebal sel, konsentrasi, dan intesitas cahaya. Hukum Beer dapat diterapkan hanya untuk radiasi monokromatik dan memiliki sifat dasar sebagai spesies penyerap yang tidak berubah sepanjang jangkauan konsentrasi yang diteliti (Harris & Bashford 1987). Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada antaraksi atom atau ion atau molekul dengan cahaya atau sinar elektromagnetik. Penentuan kadar zatnya akan berdasarkan hasil analisis spektrum zat tersebut. Spektofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditrasmisikan atau yang diadsorpsi.Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990). Spektrofotometer sangat berhubungan dengan pengukuran jauhnya pengabsorbansian energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi panjang gelombang dengan absorban maksimum dari suatu unsur atau senyawa. Konsentrasi unsur atau senyawa dapat dihitung dengan menggunakan kurva standar yang diukur pada panjang gelombang absorban tersebut, yaitu panjang gelombang yang diperoleh dari hasil nilai absorbansi yang tertinggi.spektrum absorban selain bergantung pada sifat dasar kimia, juga bergantung pada faktor- faktor lain. Perubahan pelarut sering menghasilkan pergesaran dari pta absorbansi. Larutan pembanding dalam spektrofotometri pada umumnya adalah pelarut murni atau suatu larutan blanko yang mengandung sedikit zat yang akan ditetapkan atau tidak sama sekali (Day and Underwood, 1998). Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV- Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia(Tim Dosen Farmasi, 2007). Panjang gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorban maksimum disebut sebagai panjang gelombang maksimum (λmaks). Penentuan panjang gelombang maksimum yang pasti (tetap) dapat dipakai untuk identifikasi molekul yang bersifat karakteristik-karakteristik sebagai data sekunder. Dengan demikian spektrum visibel dapat dipakai untuk tujuan analisis kualitatif (data sekunder) dan kuatitatif. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron akan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang menyerap energi lebih sedikit akan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang lebih panjang. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas dari berkas radiasi yang ditransmisikan bila spesies penyerap tidak ada dengan intensitas yang ditransmisikan bila spesies penyerap ada. Kekuatan radiasi dari berkas cahaya sebanding dengan jumlah foton per detik yang melalui satu satuan luas penampang. Jika foton yang mengenai cuplikan tenaga yang sama dengan yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga, maka serapan dapat terjadi. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak memiliki elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap cahaya pada panjang gelombang UV yang lebih pendek(Tim Dosen Farmasi, 2007). Pada penentuan panjang gelombang maksimum didasarkan atas perhitungan pergeseran panjang gelombang maksimum karena adanya penambahan gugus pada sistem kromofor induk. Analisis kuantitatif zat tunggal dilakukan dengan pengukuran harga A pada panjang gelombang maksimum atau dilakukan pengukuran %T pada panjang gelombang minimum. Dilakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum karena perubahan absorban untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimal, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal. Selain itu pita serapan di sekitar panjang gelombang maksimal datar dan pengukuran ulang dengan kesalahan yang kecil dengan demikian akan memenuhi hukum Lambert-Beer. Menurut Tim Dosen Farmasi(2007), ada 4 cara pelaksanaan analisis kuantitatif zat tunggal yaitu: 1. Membandingkan absorban atau persen transmitan zat yang dianalisis dengan reference standard pada panjang maksimal. 2. Menggunakan kurva baku dari larutan standar dengan pelarut tertentu pada panjang gelombang maksimum. Dibuat grafik sistem koordinat Cartesian di mana sebagai ordinat adalah absorban dan sebagai absis adalah konsentrasi. 3. Menghitung harga absorbansi larutan sample pada pelarut tertentu dan dibandingkan denga absorbansi zat yang dianalisis yang tertera pada buku resmi. 4. Memakai perhitungan nilai ekstingsi molar (absorbansi molar ε) sama dengan cara yang ketiga hanya saja pada perhitungan absorbansi molar lebih tepat karena melibatkan massa molekul relatif. Analisis kuantitatif campuran dua komponen merupakan teknik pengembangan analisis kuantitatif komponen tunggal. Prinsip pelaksanaannya adalah mencari absorban atau beda absorban tiap-tiap kimponen yang memberikan korelasi yang linier terhadap konsentrasi, sehingga akan dapat dihitung masing-masing kadar campuran zat tersebut secara serentak atau salah satu komponen dalam campurannya dengan komponen lainnya. Prinsip analisis multi komponen dengan metode Spektrofotometri UV-Vis adalah kaliberasi tiap-tiap komponen dengan memakai larutan standar. Dikenal ada dua macam larutan standar yaitu larutan standar murni dan larutan standar campuran. Larutan standar campuran teknik pembuatan dan dampak kesalahannya sudah jelas lebih rumit(Tim Dosen Farmasi, 2007). III. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu spektrofotometer UV, gelas kimia 100 ml, labu ukur 50 ml, corong pisah, botol semprot, pipet tetes, gelas ukur 25 ml, statif dan klem, sendok zat, hot plate, dan neraca analitik Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu kafein murni, daun teh, kloroform, akuades, amonia 10%, dan kertas saring. IV. Prosedur Kerja 4.1 Pembuatan larutan standar kafein Menimbang kafein murni 50 gram, memasukkannya kedalam labu ukur 100 mL dan menambahkannya dengan kloroform sampai tanda batas.Membuat larutan standar 10; 20; 30; 40; dan 50 ppm. Mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 276,5 nm. 4.2 Pengukuran sampel Menimbang cuplikan daun teh sebanyak 5 gram dan memasukkan kedalam gelas kimia 100 ml dan menambahkan akuades 15 mL kemudian membiarkan sebentar.Mendidihkan kira-kira 5 menit danmenyaringnya panas-panas. Mengulangi 3 kali kemudian mengumpulkan filtratnya. Menambahkan 5 mL amonia 10%. Memasukkan filtratnya kedalam corong pisah lalu menambahkan kloroform 25 mL dan mengocoknya kira-kira 1 menit. Membiarkannya terpisah laposan kloroform dan air. Fraksi kloroform dikeluarkan.Mengulangi 3-4 kaliekstraksi dengan kloroform. Tepat volume ekstrakdengan kloroform dalam labu ukur 100 ml.Mengukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 276,5 nm.   V. Pembahasan Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air).Kafein mudah larut dalam air panas dan kloroform, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol. Kafein bersifat basa lemah dan hanya dapat membentuk garam dengan basa kuat. Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis kualitatif kandungan kafein dalam daun teh secara spektrofotometer ultraviolet. Prinsip dasar Spektrofotometri UV-Vis adalah serapan cahaya. Bila cahaya jatuh pada senyawa, maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul senyawa tersebut. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum UV-Vis tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra UV-Vis dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Pemilihan spektrofotometer UV-Vis adalah karena spektrofotometer merupakan instrument analisis yang tidak rumit, selektif, serta kepekaan dan ketelitiannya tinggi. Selain itu, senyawa asetosal, parasetamol dan kofein yang akan dianalisis memiliki kromofor pada strukturnya berupa ikatan rangkap terkonjugasi dan juga merupakan senyawa aromatik karena memiliki gugus aromatik sehingga memenuhi syarat senyawa yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Dalam percobaan ini, metode analisis yang digunakan adalah metode kurva kalibrasi. Jenis larutan standar harus sesuai dengan sampel yang di analisis. Karena jenis sampel adalah kafein, maka standar yang dipakai adalah standar kafein yang telah diketahui konsentrasinya. Menambahkan larutanHCl 0,1N pada larutan standar sehingga membuat suasana kafein menjadi asam, karena pada suasana asam panjang gelombang yang dihasilkan maksimum. Media yang digunakan untuk pengukuran adalah kuvet. Mengukur larutan standar secara bertahap dari larutan dengan konsentrasi rendah sampai yang tertinggi untuk membuat kurva standar sehingga pada penentuan konsentrasi sampel, dapat diketahui kadar sampel setelah dilakukan pengukuran absorbannya berdasarkan kurva deret standar yang telah dibuat. Panjang gelombang maksimum di dapatkan dari konsentrasi larutan standar 8 ppm. Menurut litreratur panjang gelombang maksimum kafein adalah 210 nm. Namun panjang gelombang maksimum yang terukur adalah 267,5 nm. Hal ini disebabkan karena tidak samanya konsentrasi yang dipilih untuk penentuan panjang gelombang maksimum.Alasan penggunaan panjang gelombang maksimum (λ maks) yakni panjang gelombang maksimum memiliki kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar serta pada panjang gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis lurus yang melewati titik nol. Konsentrasi larutan sampel dapat diketahui setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi. Larutan blanko yang digunakan adalah kloroform. Digunakan blanko kloroform karena pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel adalah kloroform. Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu sinar yang digunakan dianggap monokromatis; penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama; senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut; tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi ; serta indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan. Kafein dapat diisolasi dari teh dengan pelarut air dan kloroform karena kelarutan kafein dalam kedua pelarut itu besar. Air sebagai pelarut mempunyai banyak keuntungan, selain murah juga mudah didapat dan selama isolasi tidak merusak kafein walaupun pada suhu tinggi. Kesukaran yang timbul karena menggunakan air sebagai pengekstrak adalah waktu isolasi yang lama, pemecahan kafein dari garam-garam tanaman sukar, hal ini mengakibatkan kafein yang dapat diekstrak sedikit sekali. Seperti yang diketahui bahwa kafein merupakan derivat xantin yang dapat memberikan efek utama dalam hal merangsang sistem saraf pusat terutama pada pusat nafas, merangsang otot jantung, relaksasi otot polos dan dapat meningkatkan diuresis, selain itu dapat menyempitkan pembuluh darah otak yang baik pada sakit kepala dan migran. Perlu diketahui bahwa pengkonsumsian kafein yang terlalu banyak menyebabkan pengerasan pembuluh darah yang dapat memicu serangan jantung dan stroke, sehingga perlu berhati-hati dan tidak berlebihan dalam mengkonsumsinya. Isolasi kadar kafein dalam teh, seperti pada percobaan ini yang didasarkan pada distribusi solut dalam hal ini kafein dalam teh antara dua fasa yaitu fasa organic dan fasa air. Karena teh dapat larut dengan baik pada air panas, sehingga harus dilarutkan pada air panas yang mendidih dan ditambahkan natrium karbonat. Selanjutnya dibiarkan selama 7 menit. Hal ini dilakukan agar dapat menghomogenkan teh dan pelarutnya. Selanjutnya menyaring campuran tersebut dengan menggunakan corong kedalam Erlenmeyer. Fungsi dari penyaringan ini yaitu agar kafein yang terdapat dalam campuran teh tadi dapat terpisah dari residu atau ampas teh, sehingga yang didapat dalam filtrat yaitu kafein. Residu yang dihasilkan ditambahkan 50 mL air panas dan di dekantasi dengan tujuan agar tidak ada sisa kafein yang tertinggal dalam residu. Filtrat yang dihasilkan kemudian digabungkan dengan filtrat yang pertama dihasilkan. Aduk selama kurang lebih 20 menit, dinginkan. Filtrat dimasukan kedalam corong dan ditambahkan 30 mL kloroform. Penambahan kloroform ini berfungsi untuk melarutkan kafein dalam filtrat. Kafein dalam filtrat larut ditandai dengan terbentuknya dua lapisan pada filtrat, dimana lapisan atas merupakan lapisan fasa organik yang mengandung sisa garam dan Pb dan lapisan atau fasa air (lapisan bawah) merupakan lapisan yang mengandung kafein dalam kloroform. Setelah kedua larutan tersebut terdistribusi menjadi dua lapisan yang mana larutan kloroform tadi telah mengikat kafein. Terbentuknya dua lapisan tadi disebabkan karena berat jenis antara kedua larutan tersebut berbeda dimana larutan teh bersifat polar sedangkan pada lapisan bawah yaitu CHCl3 bersifat non polar. Larutan teh mempunyai berat jenis yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kloroform. Perbedaan berat jenis kedua larutan tersebut mengakibatkan terbentuknya dua lapisan. Dimana lapisan atas adalah larutan teh, sedangkan lapisan bawah merupakan larutan kloroform (CHCl3). Lapisan bawah yang mengandung kafein ditampung dalam cawan penguap dan lapisan atas dibilas kembali dengan kloroform. Hal ini dimaksudkan agar kafein yang masih ada pada lapisan atas/fasa air larut dan sekaligus memurnikan kafein dari zat-zat pengotornya, sehingga kafein yang diperoleh benar-benar murni. Fungsi dari penambahan CHCl3 ini yaitu untuk mengekstrak kafein. Selanjutnya ditambahkan kembali CHCl3 mempunyai tujuan agar kafein yang berada dalam larutan teh yang telah dikeluarkan sebelumnya masih bersisa di dalam corong pisah tersebut sehingga untuk mengikatnya kembali maka ditambahkan larutan CHCl3. Proses ekstraksi ini berlangsung atau terjadi proses kesetimbangan setelah dilakukan proses penggocokan, sebab larutan baru dapat dipisahkan setelah larutan tersebut berada dalam keadaan diam. Dalam hal ini corong pisah yang kita gunakan harus diguncang dengan kuat agar kedua larutan terdistribusi dalam dua fase polar dan non polar sehingga pada suhu dan tekanan yang tetap terjadi kesetimbangan kimia. Proses penenangan yang dilakukan dimaksudkan untuk menstabilkan molekul-molekul yang terganggu pada saat dilakukan proses penggocangan atau biasa disebut pengaturan diri sehingga tercapai kesetimbangan kimia, maka terbentuklah dua fasa. Lapisan atas merupakan campuran teh dengan air sedangkan pada lapisan bawah merupakan larutan kloroform yang terdapat kafein terlarut didalamnya. Menurut Atomssa dan Gholap (2011), kandungan kafein dalam daun teh adalah 2,36% dengan menggunakan spektometer UV-VIS, dan menurut Misra et al. (2009), dengan menggunakan HPLC mendapatkan kandungan maksimum kafein dalam daun teh 2.145%. VI. Kesimpulan Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Kafein adalah kristal putih alkaloida xantina yang pahit, yang merupakan obat stimulan psychoactive. 2. Spektrofotometri UV merupakan salah satu metode analisis yang dilakukan dengan panjang gelombang 100-400 nm atau 595–299 kJ/mol. Sinar ultraviolet atau sinar ungu terbagi menjadi dua jenis yaitu Ultraviolet jauh dan Ultaviolet dekat. 3. Dengan adanya nilai k dapat dilakukan perhitungan konsentrasai yaitu dengan rumus : A = k. C 4. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula serapannya, maka konsentrasi dan serapan berbanding lurus. DAFTAR PUSTAKA Basset, J. 1994. Buku Ajaran Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi keempat. Penerbit Buku Kedokteran. British Pharmacopeia. 1993. British Pharmamacopeia. Jilid 1. British Pharmacopeia.London. Day, Jr, R. A.,Underwood, A. L. 1998. Analisis Kimi. Kuantitatif. Erlangga.Jakarta. Graham. 1992. Green tea composition, consumption, and polyphenol chemistry.Preventive Medicine. Harris DA, CL Bashford. 1987. Spectrophotometry and Spectroflurometry: a practical and approach. IRL Pr. Oxford. Hesse M. 2002. Alkaloid: Nature’s Curse or Blessing. Willey-vch. Jerman. Khopkar, S. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia- Press. Jakarta. Sikkana, Rismawati. 2013. Penuntun Praktikum Analisis Instrumen. Jurusan Kimia. FMIPA.Universitas Tadulako. Palu. Tim Dosen Farmasi. 2007. Modul Kuliah Spektroskopi. Fakultas Farmasi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Analisis Instrument PERCOBAAN I ANALISIS MULTI KOMPONEN CAMPURAN KOBALT DAN KROM

PERCOBAAN I ANALISIS MULTI KOMPONEN CAMPURAN KOBALT DAN KROM I. Tujuan Percobaan Menganalisis multi komponen campuran kobalt dan krom dengan variasi konsentrasi dengan menghitung nilai k. II. Tinjauan Pustaka Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang; pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan. Instrument semacam itu dapat dikelompokkan secara manual atau merekam atau pengelompokkan lain: berkas tunggal dan berkas rangkap. Dalam praktek instrument berkas tunggal biasanya dijalankan dengan tangan (manual), dan instrumen berkas rangkap umumnya mencirikan perekaman automatik terhadap terhadap spektra serapan, namun dimungkinkan untuk merekam suatu spectrum dengan instrument berkas tunggal. Pengelompokkan dasar lain didasarkan pada daerah spektral, dan kita menyebut spektrofotometer inframerah, ultraviolet, dan sebagainya. Persamaan-persamaan pada dasarnya dapat disusun untuk setiap jumlah komponen, asal harga-harga absorbans diukur pada panjang gelombang sebanyak itu. Akan tetapi pentingnya kesalahan-kesalahan kecil dalam pengukuran dibesarkan semakin meningkatnya jumlah komponen, dan dalam praktek pendekatan ini pada umumnya terbatas sampai sistem terdiri dari dua atau mungkin tiga komponen. Suatu perkecualian terhadap ini adalah mungkin, jika sebuah computer tersedia. Maka terutama jika spektrumnya direkam tidak menjadi terlalu sulit untuk “penentuan secara berlebih-lebihan” sistemnya (yaitu mengambil harga-harga absorbans pada lebih banyak panjang gelombang dari pada adanya komponen) dan dengan suatu deret pendekatan berurutan yang cepat memperoleh harga - harga yang dapat dipercaya untuk sejumah besar komponen (Day dan Underwood, 1981). Prinsip dasar dari analisis multi komponen dengan spektrofotometri adsorpsi molekuler yaitu bahwa total absorpsi larutan adalah jumlah absorpsi dari tiap – tiap komponennya. Hal ini tentu saja akan berlaku jika komponen – komponen tersebut tidak berinteraksi dalam bentuk apapun. Secara teori bisa saja terdapat banyak komponen tetapi dalam praktek, lebarnya puncak absorpsi dalam spektrometri UV – sinar tampak memastikan bahwa tidak ada panjang gelombang yang cukup sesuai untuk penentuan sampel dengan jumlah komponen yang banyak (Wiryawan, A dkk, 2008). Terdapat dua kemungkinan apabila dua komponen yang berlainan dicampurkan dalam satu larutan. Adanya interaksi akan merubah spektrum absorpsi dimana absorpsi larutan campuran akan merubah jumlah aljabar dari absorpsi dua larutan dari masing – masing komponen yang terpisah. Jadi spektrum absorpsinya merupakan campuran bersifat aditif. Analisa yang benar yang dapat dilakukan dengan perhitungan menggunakan hukum Lambert – Beer : A = a b c Bila menggunakan kuvet yang sama maka A = k C Karena dalam percobaan ini hanya ada dua komponen maka diperlukan dua persamaan dari dua panjang gelombang yang berlainan agar C1 dan C2 dapat juga dihitung, jadi : A1 = k11C1 + k12C2 A2 = k21C1 + k22C2 k dapat diperoleh dari kemiringan kurva standar sedangkan A dari hasil pengukuran (Tim Dosen Analisis Instrumen, 2014). Kromium adalah logam kristalin yan putih, tak begitu liat dan tak dapat ditempa. Kromium melebur pada suhu 1765oC. Logam ini dapat larut dalam asam klorida encer atau pekat. Jika tak terkena udara, akan terbentuk ion – ion kromium (II) : Cr + 2H+ Cr2+ + H2 Cr + 2HCl Cr2+ + 2Cl- + H2 Ion kromium (III) (atau kromi, Cr3+) adalah stabil, dan diturunkan dari dikromium trioksida(atau kromium trioksida), Cr2O3. Dalam larutan, ion – ion ini berwarna hijau atau lembayung. Dalam larutan hijau, terdapat kompleks pentakuomonoklorokromat (III) [Cr(H2O)5Cl]2+ atau tetrakuodiklorokromat [Cr(H2O)4Cl2]+ (klorida boleh diganti oleh anion monovalen lainnya), sedangkan dalam larutan lembayung terdapat ion heksakuokromat (III) [Cr(H2O)6]3+. Kromium (III) sulfida, seperti aluminium sulfida, hanya dapat dibuat dalam kering; dengan air mudah terhidrolisis dengan membentuk kromium (III) hidroksida dan hidrogen sulfida (Svehla, 1985). Berdasarkan hukum beer, absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau 1 harganya 1 cm dapat diabaikan dan ɛ merupakan suatu tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah maka absorbansi yang dihasilkan makin rendah. Hubungan antara absornasi terhadap konsentrasi akan linear (A≈C) apabila nilai absorbansi larutan antara 0,28 -0,8 (0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai daerah berlaku hukum Lambert – Beer. Zat yang dapat dianalisis menggunakn spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna. Jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara memberi reagen tertentu yang spesifik. Reagen ini disebut reagen pembentuk warna (Anonim, 2007). Prosedur Kerja Keaditifan absorbans larutan Cr3+ dan Co2+ Menyiapkan larutan Cr3+ 0,02 M Co2+ 0,075 M Larutan campuran Cr3+ + Co2+ yang mengandung 0,02 M Cr3+ dan 0,075 Co2+ dengan perbandingan 1 : 1 Mengukur absorban ketiga larutan di atas pada panjang gelombang 200 – 900 nm, dengan menggunakan air/akuades sebagai blanko. Membuat dalam satu kertas grafik spektrum absorpsi masing-masing dari ketiga larutan tersebut berdasarkan data yang diperoleh kemudian menjumlahkan spektrum absorpsi Cr3+ dan Co2+. Memeriksa keaditifannya. Nilai k Menentukan nilai atau letak puncak maksimum spektrum Cr3+ dan Co2+ dari grafik di atas. Menyiapkan larutan Cr3+ dan Co2+ dengan konsentrasi : Cr3+ : 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05 M Co2+: 0,0188; 0,0376; 0,0564; 0,0752 M Mengukur absorbans masing – masing pada λCr dan λCo, maka dapat dibuat 4 (empat) kurva standar : Cr3+ pada λCr Cr3+ pada λCo Co2+ pada λCr Co2+ pada λCo Menghitung nilai k pada masing – masing panjang gelombang tersebut. Analisa contoh campuran Menetapkan komposisi campur dengan jalan mengukur A (absorban) larutan itu pada λCr dan λCo dan dari nilai–nilai k yang sudah diperoleh di atas. Hasil dan Pembahasan Hasil Pengamatan Keaditifan absorbansi larutan Cr3+ 0,02 M, Co2+ 0,075 M dan larutan campuran Cr3+ + Co2+ yang mengandung 0,02 M dan 0,075 M. λmaks Absorbannsi (A) Cr3+ Co2+ Campuran Cr3+ + C02+ 412.23 0,384 - 511.74 - 0,352 - - - Nillai K Untuk Larutan Cr3+ Sampel A (λmaks Cr = 412.23) A (λmaks Co = 511.74) 0,01 0.169 0.206 0,02 0.332 0.252 0,03 0.473 0.308 0,04 0.641 0.358 0,05 0.810 0.417 Untuk Larutan Co2+ Sampel A (λmaks Cr = 412.23) A (λmaks Co = 511.74) 0,0188 0.048 0.225 0,0376 0.062 0.314 0,0576 0.055 0.368 0,0752 0.094 0.510 Analisa Contoh Campuran Sampel A (λmaks Cr = 412.23 A (λmaks Co = 511.74 Co2+ 0,02 M + Cr3+ 0,075 M 0.192 0.384 C = 0.0120 C = 0.0530 Analisa Data Pengenceran Pembuatan larutan Cr3+ 0,02 M dari larutan krom (III) klorida 0,05M Larutan 0,02 M Cr3+ V_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,02 M)/(0,05 M) V_1= 10 ml Larutan Cr3+ Larutan Cr3+0,01 M V_1= (V_2 M_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,01 M)/(0,05 M) V_1= 5 ml Larutan Cr3+0,02 M V_1= (V_(2 ) M_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,02 M)/(0,05 M) V_1= 10 ml Larutan Cr3+0,03 M V_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,03 M)/(0,05 M) V_1= 15 ml Larutan Cr3+0,04 M 〖 V〗_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 〖 V〗_1= (25 ml x 0,04 M)/(0,05 M) 〖 V〗_1= 20 ml Larutan Cr3+0,05 M 〖 V〗_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 〖 V〗_1= (25 ml x 0,05 M)/(0,05 M) 〖 V〗_1= 25 ml Pembuatan larutan Co2+ 0,075 M dari larutan kobalt (II) klorida 0,0188 M Larutan Co2+0,075 M V_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,075 M)/(0,188 M) V_1= 9,97 ml Larutan Co2+ Larutan Co2+0,0188 M V_1= (V_2 M_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,0188 M)/(0,188 M) V_1= 2,5 ml Larutan Co2+0,0376 M V_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,0376M)/(0,188 M) V_1=5 ml Larutan Co2+0,0564 M V_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,0564 M)/(0,188 M) V_1=7,5 ml Larutan Co2+ 0,0752 M V_1= (V_(2 ) M_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,0752 M)/(0,188 M) V_1= 10 ml Penentuan Regresi Untuk Cr3+ pada λCr Konsentrasi (x) Absorbans (y) x2 x y 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0.169 0.332 0.473 0.641 0.810 0,0001 0,0004 0,0009 0,0016 0,0025 0,0017 0,0066 0,0142 0,0256 0,0405 Ʃ x = 0,15 Ʃ y = 2,425 Ʃ x2= 0,0055 Ʃ xy = 0,0886 ¯x= (∑x)/n= 0,15/5=0,03 ¯y= (∑y)/n= 2,425/5=0,485 b= (n (∑xy)–(∑x )( ∑y ))/(n (∑x^(2 ) )–〖( ∑x )〗^2 ) b= (5 (0,0886)–(0,15 )( 2,425))/(5 (0,0055)–〖( 0,15 )〗^2 ) b= 15,85 y= ¯y+ b ( x- ¯x) y_1= 0,485+ 15,85( 0,01- 0,03 ) = 0,168 y_2= 0,485+ 15,85( 0,02- 0,03 ) = 0,326 y_3= 0,485+ 15,85( 0,03- 0,03 ) = 0,485 y_4= 0,485+ 15,85( 0,04- 0,03 ) = 0,643 y_5= 0,485+ 15,85( 0,05- 0,03 ) = 0,802 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan Absorbansinya pada λCr Menghitung Nilai k Cr3+ pada λCr (k11) k= dy/dx k= ((0,485-0,326))/((0,03-0,02)) k= 15,9 Untuk Cr3+ pada λCo Konsentrasi (x) Absorbans (y) x2 x y 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0.206 0.252 0.308 0.358 0.417 0,0001 0,0004 0,0009 0,0016 0,0025 0,0021 0,0050 0,0092 0,0143 0,0208 Ʃ x = 0,15 Ʃ y = 1,541 Ʃx2 = 0,0055 Ʃxy = 0,0514 ¯x= (∑x)/n= 0,15/5=0,03 ¯y= (∑y)/n= 1,541/5=0,3082 b= (n (∑xy)–(∑x )( ∑y ))/(n (∑x^(2 ) )–〖( ∑x )〗^2 ) b= (5 (0,0514)–(0,15 )( 1,541 ))/(5 (0,0055)–〖( 0,15 )〗^2 ) b= 5,17 y= ¯y+ b ( x- ¯x) y_1= 0,3082+ 5,17( 0,01- 0,03 ) = 0,2048 y_2= 0,3082+ 5,17( 0,02- 0,03 ) = 0,2565 y_3= 0,3082+ 5,17( 0,03- 0,03 ) = 0,3082 y_4= 0,3082+ 5,17( 0,04- 0,03 ) = 0,3599 y_5= 0,3082+ 5,17( 0,05- 0,03 ) = 0,4116 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan Absorbansinya pada λCo Menghitung Nilai k Cr3+ pada λCo(k12) k= dy/dx k= ((0,3082-0,2565))/((0,03-0,02)) k= 5,17 Untuk Co2+ pada λCr Konsentrasi (x) Absorbans (y) x2 x y 0,0188 0,0376 0,0564 0,0752 0,048 0,062 0,055 0,094 0,0003 0,0014 0,0032 0,0057 0,0009 0,0023 0,0031 0,0070 ∑x = 0,188 ∑y = 0,259 ∑x2 = 0,0232 ∑xy = 0,0133 ¯x= (∑x)/n= 0,188/4=0,047 ¯y= (∑y)/n= 0,259/4=0,0647 b= (n (∑xy)–(∑x )( ∑y ))/(n (∑x^(2 ) )–〖( ∑x )〗^2 ) b= (4 (0,0133)–(0,188 )( 0,259))/(4 (0,0232)–〖( 0,188 )〗^2 ) b= 0,0784 y= ¯y+ b ( x- ¯x) y_1=0,0647+ 0,0784( 0,0188- 0,047) = 0,0625 y_2=0,0647+ 0,0784( 0,0376- 0,047) = 0,0640 y_3=0,0647+ 0,0784(0,0564- 0,047 ) = 0,0654 y_4=0,0647+ 0,0784( 0,0752- 0,047)= 0,0669 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Co2+ dan Absorbansinya pada λCr Menghitung Nilai k Co2+ pada λCr (k21) k= dy/dx k= ((0,0654-0,0640))/((0,0564- 0,0376)) k= 0,0745 Untuk Co2+ pada λCo Konsentrasi (x) Absorbans (y) x2 x y 0,0188 0,0376 0,0564 0,0752 0.225 0.314 0.368 0.510 0,0003 0,0014 0,0032 0,0057 0,0042 0,0118 0,0207 0,0383 ∑x = 0,188 ∑y = 1,417 ∑x2 = 0,0232 ∑xy = 0,075 ¯x= (∑x)/n= 0,188/4=0,047 ¯y= (∑y)/n= 1,417/4=0,3542 b= (n (∑xy)–(∑x )( ∑y ))/(n (∑x^(2 ) )–〖( ∑x )〗^2 ) b= (4 (0,075)–(0,188 )( 1,417))/(4 (0,0232)–〖( 0,188 )〗^2 ) b= 0.5849 y= ¯y+ b ( x- ¯x) y_1=0,3542+0.5849( 0,0188- 0,047) = 0,3377 y_2=0,3542+0.5849( 0,0376- 0,047) = 0,3487 y_3=0,3542+0.5849(0,0564- 0,047 ) = 0,3597 y_4=0,3542+0.5849( 0,0752- 0,047)= 0,3709 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Co2+ dan Absorbansinya pada λCo Menghitung Nilai k Co2+ pada λCo(k22) k= dy/dx k= ((0,3597-0,3487))/((0,0564-0,0376)) k= 0.5851 Pembuktian Nilai Konsentrasi Cr3+ 0,01 M C = A/k C = 0,169/15,9 C = 0,01 M 0,02 M C = A/k C = 0,332/15,9 C = 0,02 M 0,03 M C = A/k C = 0,473/15,9 C = 0,03 M 0,04 M C = A/k C = 0,641/15,9 C = 0,04 M 0,05 M C = A/k C = 0,810/15,9 C = 0,05 M Co2+ 0,0188 M C = A/k C = 0,225/0.5851 C = 0,3845 M 0,0376 M C = A/k C = 0,314/0.5851 C = 0,5366 M 0,0564 M C = A/k C = 0,368/0.5851 C = 0,6289 M 0,0752 M C = A/k C = 0,510/0.5851 C = 0,8716 M Menentukkan Komposisi Campuran A1 = k11C1 + k12C2..............(1) A2 = k21C1 + k22C2 ..............(2) 0.192= (15,9 x C1) + (5,17 x C2 ) x 0,0745 0.384= (0,0745 x C1) + (0.5851x C2) x 15,9 0,014304 = 1,18455 C1 + 0,385165 C2 6,1056 = 1,18455 C1 + 9,30309 C2 -6,091296 = -8,917925 C2 C2 = 1,4640 M Subtitusi nilai C2 pada persamaan (2) 0.384 = (0,0745 x C1) + (0.5851x 1,4640) 0,384 = 0,0745 C1+ 0,85655864 0,0745 C1 = 0,384 – 0,85655864 C1 = -6,3434 M Sehingga diperoleh konsentrasi untuk campuran yaitu : C1 = -6,3434 M dan C2 = 1,4640M Pembahasan spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang; pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan. Benda bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan spektrum yang lebar terdiri atas panjang gelombang. Panjang gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak itu mampu mempengaruhi selaput pelangi mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan subyektif akan ketampakan (vision). Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjanggelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200 – 380nm), daerah visible (380 – 700 nm), daerah inframerah (700 – 3000 nm). Dalam Percobaan ini dilakukan analisa multi komponen campuran kobalt dan krom. Reaksi antara kedua larutan dapat mengakibatkan perubahan spektrum serapannya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan kedua larutan tersebut untuk menyerap panjang gelombang pada radiasi tertentu. Karena luasnya interaksi tergantung pada konsentrasi, fenomena ini menyebabkan penyimpangan dari hubungan linier antara serapan dan konsentrasi. Efek yang sama kadang-kadang diamati dalam larutan yang mengandung konsentrasi tinggi elektrolit. Kedekatan ion (selain faktor lain seperti temperatur) mengubah absorptivitas molar dari spesies menyerap. Hal ini terjadi disebabkan adanya interaksi antar molekul ion krom dan kobalt sehingga mempengaruhi jumlah aljabar dari absorpsi dua larutan masing-masing komponen yang terpisah. Prinsip dasar dari analisis multi komponen dengan spektrofotometri adsorpsi molekuler yaitu bahwa total absorpsi larutan adalah jumlah absorpsi dari tiap – tiap komponennya. Percobaan ini menggunakan larutan krom (III) klorida sebagai sumber Cr3+ dengan warna hijau dan larutan kobalt (II) klorida sebagai sumber Co2+ dengan warna merah muda. Perlakuan pertama pada percobaan ini yaitu mengukur keaditifan dari larutan Cr3+ dan larutan Co2+. Adapun prinsip dasar dari keaditifan ini yaitu dua macam kromofor yang berbeda akan mempunyai kekuatan absorpsi cahaya yang berbeda pada satu panjang gelombang tertentu sehingga diperoleh persamaan hubungan antara absorpsi dengan konsentrasi pada dua panjang gelombang, akibatnya konsentrasi masing – masing komponen dapat dihitung. Absorban dari masing – masing komponen bersifat aditif apabila komponen – komponennya tidak saling bereaksi. Langkah yang dilakukan yaitu menyiapkan larutan baku dari Cr3+ dengan konsentrasi 0,02 M, Co2+ dengan konsentrasi 0,075 M dan campuran keduanya. Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Selanjutnya mengukur absorbansi dari larutan Cr3+, Co2+ dan campuran dari keduanya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200 - 900 nm. Proses pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh panjang gelombang maksimum dari kedua campuran Cr3+dan Co2+. Prinsip kerja dari spektrofotometer UV-Vis yaitu cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector. Detector kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sebanding dengan cahaya yang diserap sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif. Ketika nilai absorbansi pada kedua larutan jika dijumlahkan tidak sama dengan nilai absorbansi hasil campuran jadi dapat dikatakan bahwa campuran bersifat aditif sedangkan yang tidak bersifat aditif yaitu ketika kedua larutan jika dijumlahkan sama dengan nilai absorbansi hasil campuran. Menurut Tim Dosen Kimia Analitk (2014), bahwa adanya interaksi akan merubah spektrum absorbsi dimana absorbsi larutan campuran akan merubah jumlah aljabar dari absorbsi dua larutan dari masing-masing komponen yang terpisah. Dari Hasil pengukuran diperoleh panjang gelombang maksimum untuk Cr3+ yaitu 412,23 nm dengan nilai absorbansi 0,384. Untuk Co2+ diperoleh panjang gelombang maksimum sebesar 511,74 dan nilai absorbansi 0,352. Menurut Wiryawan (2008), bahwa panjang gelombang untuk Cr(III) terletak pada panjang gelombang 575 nm sedangkan untuk Co(II) terletak pada panjang gelombang 510 nm. Hasil yang diperoleh untuk Cr(III) dan Co(II) berbeda dengan literatur. Menurut Wiryawan (2008), ada beberapa faktro-faktor yang mempengaruhi spektrum serapan yaitu jenis pelarut (polar, nonpolar), pH larutan, kadar larutan, tebal larutan dan lebar celah. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur kemungkinan disebabkan oleh salah satu dari faktor tersebut. Misalnya kadar larutan yang sudah tidak layak lagi digunakan dan faktor ketelitian menggunakan pipet mikro saat mengambil larutan. Berdasarkan Hukum Lambert-Beer persyaratan senyawa yang dapat dianalisis menggunakan teknik UV-Vis adalah syarat konsentrasi yaitu larutan yang dianalisis harus encer, syarat kimia yaitu zat pengabsorbsi tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi atau bereaksi dengan pelarut, syarat cahaya yaitu berlaku untuk cahaya monokromatis dan syarat larutan yaitu larutan yang akan diukur harus jernih. Selanjutnya mengukur absorbansi dari Cr3+ dan Co2+ dengan variasi konsentrasi. Untuk Cr3+ pada konsentrasi 0,01 M; 0,02 M; 0,03 M; 0,04 M dan 0,05 M. Sedangkan untuk Co2+ pada konsentrasi 0,0188 M; 0,0376 M; 0,0564 M dan 0,0752 M. Untuk mendapatkan konsentrasi tersebut dilakukan pengenceran terlebih dahulu dari larutan Cr3+ konsentrasi 0,05 M dan Co2+ konsentrasi 0,188M. Pengukuran absorbansi ini dilakukan pada λmaks dari Cr3+ dan Co2+ yaitu pada λ418,22 dan λ508,38 untuk masing – masing komponen. Pada pengukuran ini dilakukan pada λmaks. Menurut Effendi (2007), λmaks ini digunakan karena untuk mencari absorbsi maksimum dari larutan deret standar dan sampel. Tujuan dari pengguanaan λmaks adalah agar memperoleh serapan yang baik dengan tingkat kesalahan yang kecil. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi, dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi terhadap absorbansi. Pada grafik dapat dilihat, dengan meningkatnya konsentrasi maka semakin besar pula nilai absorbansi yang diperoleh. dengan kata lain konsentrasi berbanding lurus dengan absorbansi. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa besarnya serapan (A) proporsional dengan besarnya konsentrasi (c) dari zat uji. Secara matematis Hukum Lambert-Beer dinyatakan dengan persamaan A = εbc Dimana ε adalah epsilon atau Absorptivitas, Molar (M-1 cm-1), b adalah lebar celah (cm) dan c yaitu konsentrasi (M). Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa serapan (A) tidak memiliki satuan dan biasanya dinyatakan dengan unit absorbansi. Absorbtivitas Molar pada persamaan di atas adalah karakteristik suatu zat yang menginformasikan berapa banyak cahaya yang diserap oleh molekul zat tersebut pada panjang gelombang tertentu. Semakin besar nilai Absorptivitas Molar suatu zat maka semakin banyak cahaya yang diabsorbsi olehnya, atau dengan kata lain nilai serapan (A) akan semakin besar. Menurut Underwood (1981), k merupakan Nilai tetapan dalam hukum Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c dalam gram perliter, tetapan disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol per liter tetapan tersebut adalah absortivitas molar (Є). Jadi dalam sistem dikombinasikan, hukum Lambert-Beer dapat mempunyai dua bentuk: A = a.b.c g/liter atau A = Є . b. C mol/liter. Penandaan lain untuk a adalah ekstingsi spesifik, koefisien ekstingsi, dan indeks absorbansi, sedangkan Є adalah koefisien ekstingsi molar. Berdasarkan grafik setelah regresi dapat diperoleh nilai k untuk tiap komponen pada masing – masing panjang gelombang yaitu, untuk k11 sebesar 15,9; k12 sebesar 5,17; k21 sebesar 0,0745 dan k22 sebesar 0,5851. Untuk pembuktian nilai konsentrasi Cr3+ dan Co2+ diperoleh nilai Cr3+ berturut-turut adalah 0,01 M; 0,02 M; 0,03 M; 0,04 M dan 0,05 M. Sedangkan konsentrasi Co2+ yang diperoleh berturut-turut adalah 0,3845 M; 0,5366 M; 0,6289 M dan 0,8716 M. Sehingga dari nilai k ini dapat ditentukan komposisi campuran. Pada perlakuan berikutnya yaitu mengukur absorbansi larutan pada λCr dan λCo dan dari nilai-nilai k yang sudah ada menetapkan komposisi campuran, untuk tahapan ini diperoleh hasil untuk C1 yaitu -0,2093 M dan C2 yaitu 0,6830 M. Kesimpulan Dari hasil percobaan maka dapat disimpulkan bahwa : Campuran bersifat aditif ketika nilai absorbansi pada kedua larutan tidak sama dengan nilai absorbansi dijumlahkan, dari hasil campuran jadi dapat dikatakan bahwa campuran bersifat aditif sedangkan dikatan tidak bersifat aditif ketika kedua larutan jika dijumlahkan sama dengan nilai absorbansi hasil campuran. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh panjang gelombang maksimum untuk Cr3+ yaitu 412,23 nm dan untuk Co2+ pada yaitu 511,74 nm. Konsentrasi berbanding lurus dengan absorbansi dimana semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula nilai absorbansi begitupun sebaliknya. Dari percobaan ini diperoleh nilai k untuk tiap komponen pada masing – masing panjang gelombang yaitu, untuk k11 sebesar 15,9; k12 sebesar 5,17; k21 sebesar 0,0745 dan k22 sebesar 0,5851. Dari nilai k yang ada dapat diperoleh komposisi campuran, Untuk C1 diperoleh -0,2093 M dan C2 yaitu 0,6830 M. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Analisis Spektrofotometri. http://www.vanillamist.com. Diakses 5 Desember 2014. Day dan Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta. Svehla, G. 1985. Vogel Bagian I : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro. Kalman Media Pusaka. Jakarta. Tim Dosen Analisis Instrumen. 2014. Penuntun Praktikum Analisis Instrumen. FMIPA UNTAD. Palu. Wiryawan. 2008. Kimia Analitik Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Blogger templates