Template by:
Free Blog Templates

Minggu, 14 Desember 2014

Analisis Instrument PERCOBAAN I ANALISIS MULTI KOMPONEN CAMPURAN KOBALT DAN KROM

PERCOBAAN I ANALISIS MULTI KOMPONEN CAMPURAN KOBALT DAN KROM I. Tujuan Percobaan Menganalisis multi komponen campuran kobalt dan krom dengan variasi konsentrasi dengan menghitung nilai k. II. Tinjauan Pustaka Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang; pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan. Instrument semacam itu dapat dikelompokkan secara manual atau merekam atau pengelompokkan lain: berkas tunggal dan berkas rangkap. Dalam praktek instrument berkas tunggal biasanya dijalankan dengan tangan (manual), dan instrumen berkas rangkap umumnya mencirikan perekaman automatik terhadap terhadap spektra serapan, namun dimungkinkan untuk merekam suatu spectrum dengan instrument berkas tunggal. Pengelompokkan dasar lain didasarkan pada daerah spektral, dan kita menyebut spektrofotometer inframerah, ultraviolet, dan sebagainya. Persamaan-persamaan pada dasarnya dapat disusun untuk setiap jumlah komponen, asal harga-harga absorbans diukur pada panjang gelombang sebanyak itu. Akan tetapi pentingnya kesalahan-kesalahan kecil dalam pengukuran dibesarkan semakin meningkatnya jumlah komponen, dan dalam praktek pendekatan ini pada umumnya terbatas sampai sistem terdiri dari dua atau mungkin tiga komponen. Suatu perkecualian terhadap ini adalah mungkin, jika sebuah computer tersedia. Maka terutama jika spektrumnya direkam tidak menjadi terlalu sulit untuk “penentuan secara berlebih-lebihan” sistemnya (yaitu mengambil harga-harga absorbans pada lebih banyak panjang gelombang dari pada adanya komponen) dan dengan suatu deret pendekatan berurutan yang cepat memperoleh harga - harga yang dapat dipercaya untuk sejumah besar komponen (Day dan Underwood, 1981). Prinsip dasar dari analisis multi komponen dengan spektrofotometri adsorpsi molekuler yaitu bahwa total absorpsi larutan adalah jumlah absorpsi dari tiap – tiap komponennya. Hal ini tentu saja akan berlaku jika komponen – komponen tersebut tidak berinteraksi dalam bentuk apapun. Secara teori bisa saja terdapat banyak komponen tetapi dalam praktek, lebarnya puncak absorpsi dalam spektrometri UV – sinar tampak memastikan bahwa tidak ada panjang gelombang yang cukup sesuai untuk penentuan sampel dengan jumlah komponen yang banyak (Wiryawan, A dkk, 2008). Terdapat dua kemungkinan apabila dua komponen yang berlainan dicampurkan dalam satu larutan. Adanya interaksi akan merubah spektrum absorpsi dimana absorpsi larutan campuran akan merubah jumlah aljabar dari absorpsi dua larutan dari masing – masing komponen yang terpisah. Jadi spektrum absorpsinya merupakan campuran bersifat aditif. Analisa yang benar yang dapat dilakukan dengan perhitungan menggunakan hukum Lambert – Beer : A = a b c Bila menggunakan kuvet yang sama maka A = k C Karena dalam percobaan ini hanya ada dua komponen maka diperlukan dua persamaan dari dua panjang gelombang yang berlainan agar C1 dan C2 dapat juga dihitung, jadi : A1 = k11C1 + k12C2 A2 = k21C1 + k22C2 k dapat diperoleh dari kemiringan kurva standar sedangkan A dari hasil pengukuran (Tim Dosen Analisis Instrumen, 2014). Kromium adalah logam kristalin yan putih, tak begitu liat dan tak dapat ditempa. Kromium melebur pada suhu 1765oC. Logam ini dapat larut dalam asam klorida encer atau pekat. Jika tak terkena udara, akan terbentuk ion – ion kromium (II) : Cr + 2H+ Cr2+ + H2 Cr + 2HCl Cr2+ + 2Cl- + H2 Ion kromium (III) (atau kromi, Cr3+) adalah stabil, dan diturunkan dari dikromium trioksida(atau kromium trioksida), Cr2O3. Dalam larutan, ion – ion ini berwarna hijau atau lembayung. Dalam larutan hijau, terdapat kompleks pentakuomonoklorokromat (III) [Cr(H2O)5Cl]2+ atau tetrakuodiklorokromat [Cr(H2O)4Cl2]+ (klorida boleh diganti oleh anion monovalen lainnya), sedangkan dalam larutan lembayung terdapat ion heksakuokromat (III) [Cr(H2O)6]3+. Kromium (III) sulfida, seperti aluminium sulfida, hanya dapat dibuat dalam kering; dengan air mudah terhidrolisis dengan membentuk kromium (III) hidroksida dan hidrogen sulfida (Svehla, 1985). Berdasarkan hukum beer, absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau 1 harganya 1 cm dapat diabaikan dan ɛ merupakan suatu tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah maka absorbansi yang dihasilkan makin rendah. Hubungan antara absornasi terhadap konsentrasi akan linear (A≈C) apabila nilai absorbansi larutan antara 0,28 -0,8 (0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai daerah berlaku hukum Lambert – Beer. Zat yang dapat dianalisis menggunakn spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna. Jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara memberi reagen tertentu yang spesifik. Reagen ini disebut reagen pembentuk warna (Anonim, 2007). Prosedur Kerja Keaditifan absorbans larutan Cr3+ dan Co2+ Menyiapkan larutan Cr3+ 0,02 M Co2+ 0,075 M Larutan campuran Cr3+ + Co2+ yang mengandung 0,02 M Cr3+ dan 0,075 Co2+ dengan perbandingan 1 : 1 Mengukur absorban ketiga larutan di atas pada panjang gelombang 200 – 900 nm, dengan menggunakan air/akuades sebagai blanko. Membuat dalam satu kertas grafik spektrum absorpsi masing-masing dari ketiga larutan tersebut berdasarkan data yang diperoleh kemudian menjumlahkan spektrum absorpsi Cr3+ dan Co2+. Memeriksa keaditifannya. Nilai k Menentukan nilai atau letak puncak maksimum spektrum Cr3+ dan Co2+ dari grafik di atas. Menyiapkan larutan Cr3+ dan Co2+ dengan konsentrasi : Cr3+ : 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05 M Co2+: 0,0188; 0,0376; 0,0564; 0,0752 M Mengukur absorbans masing – masing pada λCr dan λCo, maka dapat dibuat 4 (empat) kurva standar : Cr3+ pada λCr Cr3+ pada λCo Co2+ pada λCr Co2+ pada λCo Menghitung nilai k pada masing – masing panjang gelombang tersebut. Analisa contoh campuran Menetapkan komposisi campur dengan jalan mengukur A (absorban) larutan itu pada λCr dan λCo dan dari nilai–nilai k yang sudah diperoleh di atas. Hasil dan Pembahasan Hasil Pengamatan Keaditifan absorbansi larutan Cr3+ 0,02 M, Co2+ 0,075 M dan larutan campuran Cr3+ + Co2+ yang mengandung 0,02 M dan 0,075 M. λmaks Absorbannsi (A) Cr3+ Co2+ Campuran Cr3+ + C02+ 412.23 0,384 - 511.74 - 0,352 - - - Nillai K Untuk Larutan Cr3+ Sampel A (λmaks Cr = 412.23) A (λmaks Co = 511.74) 0,01 0.169 0.206 0,02 0.332 0.252 0,03 0.473 0.308 0,04 0.641 0.358 0,05 0.810 0.417 Untuk Larutan Co2+ Sampel A (λmaks Cr = 412.23) A (λmaks Co = 511.74) 0,0188 0.048 0.225 0,0376 0.062 0.314 0,0576 0.055 0.368 0,0752 0.094 0.510 Analisa Contoh Campuran Sampel A (λmaks Cr = 412.23 A (λmaks Co = 511.74 Co2+ 0,02 M + Cr3+ 0,075 M 0.192 0.384 C = 0.0120 C = 0.0530 Analisa Data Pengenceran Pembuatan larutan Cr3+ 0,02 M dari larutan krom (III) klorida 0,05M Larutan 0,02 M Cr3+ V_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,02 M)/(0,05 M) V_1= 10 ml Larutan Cr3+ Larutan Cr3+0,01 M V_1= (V_2 M_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,01 M)/(0,05 M) V_1= 5 ml Larutan Cr3+0,02 M V_1= (V_(2 ) M_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,02 M)/(0,05 M) V_1= 10 ml Larutan Cr3+0,03 M V_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,03 M)/(0,05 M) V_1= 15 ml Larutan Cr3+0,04 M 〖 V〗_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 〖 V〗_1= (25 ml x 0,04 M)/(0,05 M) 〖 V〗_1= 20 ml Larutan Cr3+0,05 M 〖 V〗_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 〖 V〗_1= (25 ml x 0,05 M)/(0,05 M) 〖 V〗_1= 25 ml Pembuatan larutan Co2+ 0,075 M dari larutan kobalt (II) klorida 0,0188 M Larutan Co2+0,075 M V_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,075 M)/(0,188 M) V_1= 9,97 ml Larutan Co2+ Larutan Co2+0,0188 M V_1= (V_2 M_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,0188 M)/(0,188 M) V_1= 2,5 ml Larutan Co2+0,0376 M V_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,0376M)/(0,188 M) V_1=5 ml Larutan Co2+0,0564 M V_1= (V_2 〖 M〗_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,0564 M)/(0,188 M) V_1=7,5 ml Larutan Co2+ 0,0752 M V_1= (V_(2 ) M_2)/M_1 V_1= (25 ml x 0,0752 M)/(0,188 M) V_1= 10 ml Penentuan Regresi Untuk Cr3+ pada λCr Konsentrasi (x) Absorbans (y) x2 x y 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0.169 0.332 0.473 0.641 0.810 0,0001 0,0004 0,0009 0,0016 0,0025 0,0017 0,0066 0,0142 0,0256 0,0405 Ʃ x = 0,15 Ʃ y = 2,425 Ʃ x2= 0,0055 Ʃ xy = 0,0886 ¯x= (∑x)/n= 0,15/5=0,03 ¯y= (∑y)/n= 2,425/5=0,485 b= (n (∑xy)–(∑x )( ∑y ))/(n (∑x^(2 ) )–〖( ∑x )〗^2 ) b= (5 (0,0886)–(0,15 )( 2,425))/(5 (0,0055)–〖( 0,15 )〗^2 ) b= 15,85 y= ¯y+ b ( x- ¯x) y_1= 0,485+ 15,85( 0,01- 0,03 ) = 0,168 y_2= 0,485+ 15,85( 0,02- 0,03 ) = 0,326 y_3= 0,485+ 15,85( 0,03- 0,03 ) = 0,485 y_4= 0,485+ 15,85( 0,04- 0,03 ) = 0,643 y_5= 0,485+ 15,85( 0,05- 0,03 ) = 0,802 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan Absorbansinya pada λCr Menghitung Nilai k Cr3+ pada λCr (k11) k= dy/dx k= ((0,485-0,326))/((0,03-0,02)) k= 15,9 Untuk Cr3+ pada λCo Konsentrasi (x) Absorbans (y) x2 x y 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0.206 0.252 0.308 0.358 0.417 0,0001 0,0004 0,0009 0,0016 0,0025 0,0021 0,0050 0,0092 0,0143 0,0208 Ʃ x = 0,15 Ʃ y = 1,541 Ʃx2 = 0,0055 Ʃxy = 0,0514 ¯x= (∑x)/n= 0,15/5=0,03 ¯y= (∑y)/n= 1,541/5=0,3082 b= (n (∑xy)–(∑x )( ∑y ))/(n (∑x^(2 ) )–〖( ∑x )〗^2 ) b= (5 (0,0514)–(0,15 )( 1,541 ))/(5 (0,0055)–〖( 0,15 )〗^2 ) b= 5,17 y= ¯y+ b ( x- ¯x) y_1= 0,3082+ 5,17( 0,01- 0,03 ) = 0,2048 y_2= 0,3082+ 5,17( 0,02- 0,03 ) = 0,2565 y_3= 0,3082+ 5,17( 0,03- 0,03 ) = 0,3082 y_4= 0,3082+ 5,17( 0,04- 0,03 ) = 0,3599 y_5= 0,3082+ 5,17( 0,05- 0,03 ) = 0,4116 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Cr3+ dan Absorbansinya pada λCo Menghitung Nilai k Cr3+ pada λCo(k12) k= dy/dx k= ((0,3082-0,2565))/((0,03-0,02)) k= 5,17 Untuk Co2+ pada λCr Konsentrasi (x) Absorbans (y) x2 x y 0,0188 0,0376 0,0564 0,0752 0,048 0,062 0,055 0,094 0,0003 0,0014 0,0032 0,0057 0,0009 0,0023 0,0031 0,0070 ∑x = 0,188 ∑y = 0,259 ∑x2 = 0,0232 ∑xy = 0,0133 ¯x= (∑x)/n= 0,188/4=0,047 ¯y= (∑y)/n= 0,259/4=0,0647 b= (n (∑xy)–(∑x )( ∑y ))/(n (∑x^(2 ) )–〖( ∑x )〗^2 ) b= (4 (0,0133)–(0,188 )( 0,259))/(4 (0,0232)–〖( 0,188 )〗^2 ) b= 0,0784 y= ¯y+ b ( x- ¯x) y_1=0,0647+ 0,0784( 0,0188- 0,047) = 0,0625 y_2=0,0647+ 0,0784( 0,0376- 0,047) = 0,0640 y_3=0,0647+ 0,0784(0,0564- 0,047 ) = 0,0654 y_4=0,0647+ 0,0784( 0,0752- 0,047)= 0,0669 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Co2+ dan Absorbansinya pada λCr Menghitung Nilai k Co2+ pada λCr (k21) k= dy/dx k= ((0,0654-0,0640))/((0,0564- 0,0376)) k= 0,0745 Untuk Co2+ pada λCo Konsentrasi (x) Absorbans (y) x2 x y 0,0188 0,0376 0,0564 0,0752 0.225 0.314 0.368 0.510 0,0003 0,0014 0,0032 0,0057 0,0042 0,0118 0,0207 0,0383 ∑x = 0,188 ∑y = 1,417 ∑x2 = 0,0232 ∑xy = 0,075 ¯x= (∑x)/n= 0,188/4=0,047 ¯y= (∑y)/n= 1,417/4=0,3542 b= (n (∑xy)–(∑x )( ∑y ))/(n (∑x^(2 ) )–〖( ∑x )〗^2 ) b= (4 (0,075)–(0,188 )( 1,417))/(4 (0,0232)–〖( 0,188 )〗^2 ) b= 0.5849 y= ¯y+ b ( x- ¯x) y_1=0,3542+0.5849( 0,0188- 0,047) = 0,3377 y_2=0,3542+0.5849( 0,0376- 0,047) = 0,3487 y_3=0,3542+0.5849(0,0564- 0,047 ) = 0,3597 y_4=0,3542+0.5849( 0,0752- 0,047)= 0,3709 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Co2+ dan Absorbansinya pada λCo Menghitung Nilai k Co2+ pada λCo(k22) k= dy/dx k= ((0,3597-0,3487))/((0,0564-0,0376)) k= 0.5851 Pembuktian Nilai Konsentrasi Cr3+ 0,01 M C = A/k C = 0,169/15,9 C = 0,01 M 0,02 M C = A/k C = 0,332/15,9 C = 0,02 M 0,03 M C = A/k C = 0,473/15,9 C = 0,03 M 0,04 M C = A/k C = 0,641/15,9 C = 0,04 M 0,05 M C = A/k C = 0,810/15,9 C = 0,05 M Co2+ 0,0188 M C = A/k C = 0,225/0.5851 C = 0,3845 M 0,0376 M C = A/k C = 0,314/0.5851 C = 0,5366 M 0,0564 M C = A/k C = 0,368/0.5851 C = 0,6289 M 0,0752 M C = A/k C = 0,510/0.5851 C = 0,8716 M Menentukkan Komposisi Campuran A1 = k11C1 + k12C2..............(1) A2 = k21C1 + k22C2 ..............(2) 0.192= (15,9 x C1) + (5,17 x C2 ) x 0,0745 0.384= (0,0745 x C1) + (0.5851x C2) x 15,9 0,014304 = 1,18455 C1 + 0,385165 C2 6,1056 = 1,18455 C1 + 9,30309 C2 -6,091296 = -8,917925 C2 C2 = 1,4640 M Subtitusi nilai C2 pada persamaan (2) 0.384 = (0,0745 x C1) + (0.5851x 1,4640) 0,384 = 0,0745 C1+ 0,85655864 0,0745 C1 = 0,384 – 0,85655864 C1 = -6,3434 M Sehingga diperoleh konsentrasi untuk campuran yaitu : C1 = -6,3434 M dan C2 = 1,4640M Pembahasan spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang; pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan. Benda bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan spektrum yang lebar terdiri atas panjang gelombang. Panjang gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak itu mampu mempengaruhi selaput pelangi mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan subyektif akan ketampakan (vision). Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjanggelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200 – 380nm), daerah visible (380 – 700 nm), daerah inframerah (700 – 3000 nm). Dalam Percobaan ini dilakukan analisa multi komponen campuran kobalt dan krom. Reaksi antara kedua larutan dapat mengakibatkan perubahan spektrum serapannya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan kedua larutan tersebut untuk menyerap panjang gelombang pada radiasi tertentu. Karena luasnya interaksi tergantung pada konsentrasi, fenomena ini menyebabkan penyimpangan dari hubungan linier antara serapan dan konsentrasi. Efek yang sama kadang-kadang diamati dalam larutan yang mengandung konsentrasi tinggi elektrolit. Kedekatan ion (selain faktor lain seperti temperatur) mengubah absorptivitas molar dari spesies menyerap. Hal ini terjadi disebabkan adanya interaksi antar molekul ion krom dan kobalt sehingga mempengaruhi jumlah aljabar dari absorpsi dua larutan masing-masing komponen yang terpisah. Prinsip dasar dari analisis multi komponen dengan spektrofotometri adsorpsi molekuler yaitu bahwa total absorpsi larutan adalah jumlah absorpsi dari tiap – tiap komponennya. Percobaan ini menggunakan larutan krom (III) klorida sebagai sumber Cr3+ dengan warna hijau dan larutan kobalt (II) klorida sebagai sumber Co2+ dengan warna merah muda. Perlakuan pertama pada percobaan ini yaitu mengukur keaditifan dari larutan Cr3+ dan larutan Co2+. Adapun prinsip dasar dari keaditifan ini yaitu dua macam kromofor yang berbeda akan mempunyai kekuatan absorpsi cahaya yang berbeda pada satu panjang gelombang tertentu sehingga diperoleh persamaan hubungan antara absorpsi dengan konsentrasi pada dua panjang gelombang, akibatnya konsentrasi masing – masing komponen dapat dihitung. Absorban dari masing – masing komponen bersifat aditif apabila komponen – komponennya tidak saling bereaksi. Langkah yang dilakukan yaitu menyiapkan larutan baku dari Cr3+ dengan konsentrasi 0,02 M, Co2+ dengan konsentrasi 0,075 M dan campuran keduanya. Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Selanjutnya mengukur absorbansi dari larutan Cr3+, Co2+ dan campuran dari keduanya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200 - 900 nm. Proses pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh panjang gelombang maksimum dari kedua campuran Cr3+dan Co2+. Prinsip kerja dari spektrofotometer UV-Vis yaitu cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector. Detector kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sebanding dengan cahaya yang diserap sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif. Ketika nilai absorbansi pada kedua larutan jika dijumlahkan tidak sama dengan nilai absorbansi hasil campuran jadi dapat dikatakan bahwa campuran bersifat aditif sedangkan yang tidak bersifat aditif yaitu ketika kedua larutan jika dijumlahkan sama dengan nilai absorbansi hasil campuran. Menurut Tim Dosen Kimia Analitk (2014), bahwa adanya interaksi akan merubah spektrum absorbsi dimana absorbsi larutan campuran akan merubah jumlah aljabar dari absorbsi dua larutan dari masing-masing komponen yang terpisah. Dari Hasil pengukuran diperoleh panjang gelombang maksimum untuk Cr3+ yaitu 412,23 nm dengan nilai absorbansi 0,384. Untuk Co2+ diperoleh panjang gelombang maksimum sebesar 511,74 dan nilai absorbansi 0,352. Menurut Wiryawan (2008), bahwa panjang gelombang untuk Cr(III) terletak pada panjang gelombang 575 nm sedangkan untuk Co(II) terletak pada panjang gelombang 510 nm. Hasil yang diperoleh untuk Cr(III) dan Co(II) berbeda dengan literatur. Menurut Wiryawan (2008), ada beberapa faktro-faktor yang mempengaruhi spektrum serapan yaitu jenis pelarut (polar, nonpolar), pH larutan, kadar larutan, tebal larutan dan lebar celah. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur kemungkinan disebabkan oleh salah satu dari faktor tersebut. Misalnya kadar larutan yang sudah tidak layak lagi digunakan dan faktor ketelitian menggunakan pipet mikro saat mengambil larutan. Berdasarkan Hukum Lambert-Beer persyaratan senyawa yang dapat dianalisis menggunakan teknik UV-Vis adalah syarat konsentrasi yaitu larutan yang dianalisis harus encer, syarat kimia yaitu zat pengabsorbsi tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi atau bereaksi dengan pelarut, syarat cahaya yaitu berlaku untuk cahaya monokromatis dan syarat larutan yaitu larutan yang akan diukur harus jernih. Selanjutnya mengukur absorbansi dari Cr3+ dan Co2+ dengan variasi konsentrasi. Untuk Cr3+ pada konsentrasi 0,01 M; 0,02 M; 0,03 M; 0,04 M dan 0,05 M. Sedangkan untuk Co2+ pada konsentrasi 0,0188 M; 0,0376 M; 0,0564 M dan 0,0752 M. Untuk mendapatkan konsentrasi tersebut dilakukan pengenceran terlebih dahulu dari larutan Cr3+ konsentrasi 0,05 M dan Co2+ konsentrasi 0,188M. Pengukuran absorbansi ini dilakukan pada λmaks dari Cr3+ dan Co2+ yaitu pada λ418,22 dan λ508,38 untuk masing – masing komponen. Pada pengukuran ini dilakukan pada λmaks. Menurut Effendi (2007), λmaks ini digunakan karena untuk mencari absorbsi maksimum dari larutan deret standar dan sampel. Tujuan dari pengguanaan λmaks adalah agar memperoleh serapan yang baik dengan tingkat kesalahan yang kecil. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi, dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi terhadap absorbansi. Pada grafik dapat dilihat, dengan meningkatnya konsentrasi maka semakin besar pula nilai absorbansi yang diperoleh. dengan kata lain konsentrasi berbanding lurus dengan absorbansi. Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa besarnya serapan (A) proporsional dengan besarnya konsentrasi (c) dari zat uji. Secara matematis Hukum Lambert-Beer dinyatakan dengan persamaan A = εbc Dimana ε adalah epsilon atau Absorptivitas, Molar (M-1 cm-1), b adalah lebar celah (cm) dan c yaitu konsentrasi (M). Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa serapan (A) tidak memiliki satuan dan biasanya dinyatakan dengan unit absorbansi. Absorbtivitas Molar pada persamaan di atas adalah karakteristik suatu zat yang menginformasikan berapa banyak cahaya yang diserap oleh molekul zat tersebut pada panjang gelombang tertentu. Semakin besar nilai Absorptivitas Molar suatu zat maka semakin banyak cahaya yang diabsorbsi olehnya, atau dengan kata lain nilai serapan (A) akan semakin besar. Menurut Underwood (1981), k merupakan Nilai tetapan dalam hukum Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c dalam gram perliter, tetapan disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol per liter tetapan tersebut adalah absortivitas molar (Є). Jadi dalam sistem dikombinasikan, hukum Lambert-Beer dapat mempunyai dua bentuk: A = a.b.c g/liter atau A = Є . b. C mol/liter. Penandaan lain untuk a adalah ekstingsi spesifik, koefisien ekstingsi, dan indeks absorbansi, sedangkan Є adalah koefisien ekstingsi molar. Berdasarkan grafik setelah regresi dapat diperoleh nilai k untuk tiap komponen pada masing – masing panjang gelombang yaitu, untuk k11 sebesar 15,9; k12 sebesar 5,17; k21 sebesar 0,0745 dan k22 sebesar 0,5851. Untuk pembuktian nilai konsentrasi Cr3+ dan Co2+ diperoleh nilai Cr3+ berturut-turut adalah 0,01 M; 0,02 M; 0,03 M; 0,04 M dan 0,05 M. Sedangkan konsentrasi Co2+ yang diperoleh berturut-turut adalah 0,3845 M; 0,5366 M; 0,6289 M dan 0,8716 M. Sehingga dari nilai k ini dapat ditentukan komposisi campuran. Pada perlakuan berikutnya yaitu mengukur absorbansi larutan pada λCr dan λCo dan dari nilai-nilai k yang sudah ada menetapkan komposisi campuran, untuk tahapan ini diperoleh hasil untuk C1 yaitu -0,2093 M dan C2 yaitu 0,6830 M. Kesimpulan Dari hasil percobaan maka dapat disimpulkan bahwa : Campuran bersifat aditif ketika nilai absorbansi pada kedua larutan tidak sama dengan nilai absorbansi dijumlahkan, dari hasil campuran jadi dapat dikatakan bahwa campuran bersifat aditif sedangkan dikatan tidak bersifat aditif ketika kedua larutan jika dijumlahkan sama dengan nilai absorbansi hasil campuran. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh panjang gelombang maksimum untuk Cr3+ yaitu 412,23 nm dan untuk Co2+ pada yaitu 511,74 nm. Konsentrasi berbanding lurus dengan absorbansi dimana semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula nilai absorbansi begitupun sebaliknya. Dari percobaan ini diperoleh nilai k untuk tiap komponen pada masing – masing panjang gelombang yaitu, untuk k11 sebesar 15,9; k12 sebesar 5,17; k21 sebesar 0,0745 dan k22 sebesar 0,5851. Dari nilai k yang ada dapat diperoleh komposisi campuran, Untuk C1 diperoleh -0,2093 M dan C2 yaitu 0,6830 M. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Analisis Spektrofotometri. http://www.vanillamist.com. Diakses 5 Desember 2014. Day dan Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta. Svehla, G. 1985. Vogel Bagian I : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro. Kalman Media Pusaka. Jakarta. Tim Dosen Analisis Instrumen. 2014. Penuntun Praktikum Analisis Instrumen. FMIPA UNTAD. Palu. Wiryawan. 2008. Kimia Analitik Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

Blogger templates